Lelah Menulis Manual Tapi Terdeteksi AI

Anda pasti pernah mengalami ketika sudah bersusah payah menulis secara manual ternyata masih terdeteksi bahwa itu tulisan AI. Jengkel pasti. Tapi pertanyaan besarnya adalah mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah AI salah mendeteksi tulisan? Atau ada misi tersembunyi dibalik hasil deteksi tersebut?
Bagaimana AI mendeteksi tulisan?
AI menggunakan metode pemrosesan bahasa alami atau Natural Language Processing (NLP) untuk mendeteksi tulisan. Dengan metode NLP, ditanamkan algoritma agar AI dapat mengidentifikasi pola tertentu dalam tulisan. Salah satu cara kerja NLP adalah menggunakan probabilitas matematis dalam memprediksi kemunculan kata atau frasa dengan mengacu pada pola tertentu. Tak heran, meskipun Anda menulis secara manual jika pola tersebut serupa dengan yang diprogramkan dalam algoritma detektor AI maka tulisan Anda akan dianggap bukan likely written by human.
Beberapa produk detektor AI mengklaim memiliki akurasi tinggi dalam menganalisis pola tulisan. Namun, klaim tersebut sering kali hanya didasarkan pada studi internal dan tidak mencerminkan konteks dan struktur bahasa yang lebih luas. Untuk menguji klaim dari beberapa perusahaan penyedia detektor AI, Washington Post dan The Guardian sampai melakukan deteksi manual yang hasilnya jauh kecil jika dibandingkan dengan hasil Turnitin AI Detection.
Sebuah studi yang dilakukan pada tulisan berbahasa Indonesia pada tiga alat detektor AI, yaitu GPTZero, ZeroGPT, dan Isgen AI justru hasilnya sangat membagongkan. Kesenjangan antara detektor satu dan lainnya sangat besar sehingga sulit untuk ditarik sebuah generalisasi. Bahkan, kesenjangan hasil deteksi antara ketiga alat detektor AI tersebut mencapai lebih 80%.
Detektor AI pada tulisan ilmiah
Mendeteksi tulisan AI dalam tulisan ilmiah selalu menjadi bahasan yang menarik. Ada irisan tebal antara gaya tulisan ilmiah dan algoritma yang dibebankan pada detektor AI. Secara umum Detektor AI menggunakan tiga paramater dalam menilai sebuah tulisan: struktur, diksi, dan gaya.
Detektor AI sangat sensitif terhadap jenis tulisan yang strukturnya terlalu rapi atau kaku. Tentu ini sejalan dengan tuntutan menulis karya ilmiah yang memang mensyaratkan jenis tulisan yang singkat, padat, jelas, dan mudah dipahami. Kecuali institusi berkenan mengubah pakem penulisan seperti yang telah dilakukan Nusya Kiswatin dalam penelitian berjudul Senjata Cakra di Atap Vihara Theravada: Sinkretisasi Pasca 1965 di Tirtoarum. Dalam laporan penelitian itu, Nusya membahasakan dirinya dengan "saya". Alih-alih menggunakan bahasa ilmiah yang kaku, Nusya memilih menggunakan ragam bahasa sastra untuk mendeskripsikan alur, setting, dan temuan penelitiannya. Ya, kalau membaca laporan penelitian itu akan sama seperti saat kita membaca novel.
Paramater kedua adalah diksi. Anda tentu tidak akan menulis laporan penelitian dengan menggunakan bahasa seperti "Nah, sudah paham kan Kalian?" atau "Kamu tahu kan apa maksudku?". Dengan pemilikan diksi seperti itu, mustahil tulisan kita terdeteksi sebagai tulisan AI. Mengapa demikian? Karena tidak masuk dalam algoritma yang sudah diprogramkan pada detektor AI.
Paramater ketiga adalah sentuhan gaya manusia. Penggunaan kata-kata "keren, asyik, oke" adalah contoh sentuhan manusia dalam tulisan. Namun, hal itu tentu tidak tepat jika digunakan dalam konteks penulisan ilmiah. Oleh karena itu penting kita mesti bijak dalam menyikapi munculnya berbagai alat AI dan detektor AI yang terkadang juga memiliki agenda tersembunyi. Lho kok bisa?
Ada beberapa detektor AI yang apapun jenis tulisannya akan dibaca sebagai tulisan AI. Ternyata mereka memiliki penawaran produk lain yang disebut dengan Bypass AI. Sebuah alat AI yang berfungsi untuk menghindari deteksi AI dengan cara mengubah struktur tulisan agar tidak terdeteksi sebagai hasil AI dalam sistem mereka. Pertanyaannya kemudian, ketika tulisan yang sudah dilakukan bypass diuji dengan detektor AI yang lain apakah juga akan lolos? Belum tentu. Sekali lagi, saat ini AI adalah ladang bisnis yang menggiurkan.
Salam
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property 'foto' of non-object
Filename: page/detail_artikel.php
Line Number: 95
Backtrace:
File: /home/akaj1428/public_html/application/views/page/detail_artikel.php
Line: 95
Function: _error_handler
File: /home/akaj1428/public_html/application/views/usr_main.php
Line: 69
Function: view
File: /home/akaj1428/public_html/application/controllers/Artikel.php
Line: 79
Function: view
File: /home/akaj1428/public_html/index.php
Line: 315
Function: require_once
Benar sekali ????
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property 'nama' of non-object
Filename: page/detail_artikel.php
Line Number: 112
Backtrace:
File: /home/akaj1428/public_html/application/views/page/detail_artikel.php
Line: 112
Function: _error_handler
File: /home/akaj1428/public_html/application/views/usr_main.php
Line: 69
Function: view
File: /home/akaj1428/public_html/application/controllers/Artikel.php
Line: 79
Function: view
File: /home/akaj1428/public_html/index.php
Line: 315
Function: require_once
Kamis,20 Februari 2025 at 14:15